Konsep Ruang dan Pengaruhnya Terhadap Optimalisasi Pemakaian Energi Listrik di Bangunan

29/06/2020 Views : 544

GUSTI AGUNG AYU PUTRI

Manusia sebagai makhluk sosial, sejak dahulu belajar bersikap sesuai dengan tempat dan lingkungannya sehingga mereka selalu berusaha menciptakan keadaan dan lingkungan yang memenuhi syarat-syarat kehidupan yang layak dan nyaman. Salah satu usaha atas pemenuhan kebutuhan tersebut maka diciptakanlah konsep ruang. Konsep ini bertujuan untuk menyediakan pemenuhan akan kebutuhan ruang sebagai tempat berlangsungnya aktifitas manusia.

Sebuah aktifitas biasanya diakomodasikan pada ruang-ruang khusus yang memang sudah dipersiapkan agar kegiatan bisa berlangsung dengan baik. Sesungguhnya semua kegiatan dilaksanakan pada suatu ruang, baik itu ruang di dalam maupun di luar bangunan, bahkan saat ini sudah bisa untuk beraktifitas di ruang virtual. Pemilihan ruang beraktifitas disesuaikan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan.

Kualitas kenyamanan, sifat dan bentuk ruang akan mempengaruhi jiwa orang yang beraktifitas pada ruangan tersebut. Jika pembentukan ruang telah direncanakan dengan baik, maka sebenarnya lingkungan alami yang diberikan oleh lingkungan aktifitas sudah bisa memenuhi kebutuhan ini. Namun pada kenyataannya, lingkungan alami secara umum, dan  bangunan pada khususnya, tidak selalu bisa memberikan lingkungan yang konstan dan cukup untuk mendukung pelaksanaan aktifitas.

Aktifitas pada lingkungan alami biasanya dilaksanakan pada sebuah ruangan yang ada di dalam bangunan. Sifat dan fungsi ruangan di bangunan akan mempengaruhi perencanaan penerangan, udara dan peralatan pada ruangan. Kegiatan yang berbeda akan memerlukan pengkondisian dari ketiga hal tersebut dengan cara yang berbeda pula. Selain itu, jenis kegiatan juga akan menentukan ukuran suatu ruangan. Secara umum, korelasi fungsi ruangan dengan aktifitas akan mempengaruhi ukuran ruang dan peralatan yang dibutuhkan agar aktifitas dapat dilaksanakan dengan baik.

Pada jaman sekarang, pelaksanaan aktifitas sudah sangat terbantukan dengan adanya peralatan listrik. Pemasangan peralatan listrik untuk keperluan penerangan, penghawaan udara dan peralatan penunjang kegiatan pada suatu ruang dipengaruhi oleh aspek rancangan perencanaan fungsi ruang dan pengaruh iklim sekitar ruangan. Bangunan yang terletak di daerah beriklim panas, lembab, kering maupun dingin akan memperlihatkan pendekatan yang berbeda untuk memenuhi fungsi tersebut. Sebagai contoh, bangunan pada daerah beriklim tropis lembab akan cenderung menggunakan jendela yang besar sehingga dapat memaksimalkan fungsi aliran udara dan pencahayaan alami.

Perancangan sistem penerangan, penghawaan udara dan peralatan listrik penunjang aktifitas disesuaikan dengan fungsi ruangan dan dapat terwujud melalui tiga tingkatan pelaksanaan yaitu, tingkat pertama adalah pendekatan rancangan dasar bentuk dan materi bahan bangunan, kemudian tingkat kedua adalah menerapkan sistem pasif terhadap bangunan, dan terakhir tingkat ketiga yaitu menerapkan sistem mekanik dan elektrik ke dalam bangunan. Perencanaan yang baik pada tingkat pertama dan kedua akan memberikan kontribusi yang optimal pada penggunaan energi listrik dibangunan sehingga penghematan penggunaan listrik bisa diwujudkan.

Pelaksanaan tingkat pertama berfokus pada perancangan arsitektural dan pemilihan bahan bangunan yang tepat, disesuaikan dengan iklim lingkungan bangunan berada. Tingkat ini bertujuan untuk menciptakan keadaan bangunan yang nyaman dengan mengoptimalkan desain dan pemilihan bahan bangunan yang baik, demi bisa mendukung pelaksanaan aktifitas penghuni didalamnya.

Pelaksanaan tingkat kedua berfokus pada penggunaan sistem pasif pada bangunan. Dalam hal ini, penggunaan sumber tenaga alami yang ada di lingkungan sekitar bangunan lebih dioptimalkan. Sistem pasif menciptakan kenyamanan udara dan penerangan bangunan dengan memanfaatkan pengkondisian udara dan penerangan secara alami. Sebagai contoh, penyediaan penerangan alami sinar matahari melalui jendela yang disediakan pada bangunan. Pengambilan keputusan yang tepat pada tingkat ini dapat memperkecil masalah yang mungkin telah timbul pada tingkat pertama.

Pelaksanaan tingkat ketiga adalah penerapan sistem mekanis dan tenaga listrik ke bangunan. Perancangan pada tingkat ketiga ini lebih banyak menggunakan sumber tenaga yang berasal dari energi listrik. Tingkat ini diterapkan kepada bangunan ketika pendekatan tingkat pertama dan kedua sudah tidak mampu secara alami memenuhi kebutuhan penghuni akan penyediaan fungsi ruangan yang sesuai dengan kebutuhan aktifitas penghuninya.

Kurang optimalnya perancangan pada tingkat pertama dan kedua akan menyebabkan pembebanan yang lumayan tinggi pada tingkat ketiga. Sebagai contoh, ketika perancangan tahap pertama dan kedua dibuat bertentangan dengan kondisi alami lingkungan bangunan, maka perancangan ditingkat ketiga akan mengambil tanggung jawab untuk menyediakan keadaan yang nyaman dan sesuai kebutuhan penghuni. Dengan demikian penggunaan listrik padanya pun akan menjadi tinggi.

Solusi yang dapat dipilih untuk mengatasi pemborosan pemakaian tenaga listrik adalah dengan mengimplementasikan teknologi informasi untuk melakukan pengelolaan dan pengontrolan pemakaian listrik di bangunan, sehingga dapat menciptakan optimalisasi penggunaan listrik. Dengan demikian maka perlu dikembangkan sebuah tingkatan perancangan yang baru untuk mengakomodasi akan kebutuhan ini.

Pelaksanaan tingkat keempat berfokus pada penerapan teknologi informasi di ketiga tingkatan perancangan diatas. Sebagai contoh, sistem kelistrikan di bangunan dapat menggunakan teknologi informasi untuk melakukan pengontrolan dan pengelolaan listrik dibangunan sehingga pemakaian listriknya bisa dioptimalkan. Salah satu bidang penelitian penerapan teknologi informasi pada domain pemakaian listrik oleh bangunan adalah pengembangan Smart Building yang mampu mengelola penggunaan listrik secara adaptif terhadap kebutuhan dan aktifitas penghuninya.